Selasa, 11 Oktober 2016

Contoh Makalah Tafsir Subyek dan Obyek Pendidikan dalam penafsiran ayat Al-Qur'an

MAKALAH
Tafsir Ayat-Ayat Al-Qur’an Mengenai Subyek dan Obyek Dalam Pendidikan
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Tafsir
Dosen Pengampu: Dewi Urifah.M.Pd.I


Disusun Oleh:

Siti Khotijah                          (23060150026)

JURUSAN TADRIS ILMU PENGETAHUAN ALAM S1
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
IAIN SALATIGA
2016
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.  Latar Belakang
Pendidikan sangat penting bagi semua umat manusia untuk menjalani kehidupan di dunia dan akhirat. Tanpa adanya pendidikan manusia tidak dapat menjalani kehidupan dengan baik. Oleh karena itu dalam pendidikan melibatkan sebuah subyek maupun obyek yang sekiranya dapat membantu untuk memperoleh ilmu, sehingga dapat terselenggaranya sebuah pendidikan. Yang bertujuan memperoleh manfaat di dunia maupun diakhirat. Maka dari itu setiap manusia diwajibkan untuk menuntut ilmu melalui pendidikan dengan bersungguh-sungguh sehingga tercapai tujuan untuk mendapatkan keridhaan Allah dalam mencari ilmu.
Al-qur’an adalah kalamullah yang diturunkan melalui malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW. Sebagai pedoman bagi kehidupan manusia (way of life). Al-qur’an mengandung beberapa aspek yang terkait dengan pandangan hidup yang dapat membawa manusia ke jalan yang benar dan menuju kepada kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Dari beberapa aspek tersebut, secara global terkandung materi tentang kegiatan belajar-mengajar atau pendidikan yang tentunya membutuhkan komponen- komponen pendidikan, diantaranya yaitu pendidik dan peserta didik.
Pendidik dalam proses pendidikan adalah salah satu faktor yang sangat penting untuk mencapai tujuan pendidikan. Selain pendidik, peserta didik juga mempunyai peran penting dalam proses pendidikan, tanpa adanya peserta didik, maka pendidik tidak akan bisa menyalurkan pengetahuan yang dimilikinya sehingga proses pembelajaran tidak akan terjadi dan menghambat tercapainya tujuan pendidikan antara pendidik dan peserta didik harus sejalan agar tujuan pendidikan dapat tercapai.
Proses pendidikan dalam kehidupan manusia tidak terlepas dari peran pendidik dan peserta didik itu sendiri. Berhasil atau gagalnya pendidikan diantaranya ditentukan oleh kedua komponen tersebut. Mulai dari kemapanan ilmu pengetahuan pendidik, sampai kemampuan pendidik dalam menguasai objek pendidikan, berbagai syarat yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik, motivasi belajar peserta didik, kepribadian anak didik dan tentu saja pengetahuan awal yang dikuasai oleh peserta didik. Agar hasil yang direncanakan tercapai semaksimal mungkin. Disinilah pentingnya pengetahuan tentang subjek pendidikan.

1.2. RumusanMasalah
1.               Apa pengertian pendidikan ?
2.               Apa yang dimaksud dengan subyek dan obyek pendidikan ?
3.               Apa saja sumber  subyek dan obyek pendidikan dalam tafsir ayat-ayat Al-Qur’an ?
1.3. Tujuan Permasalahan                         
1.               Untuk mengetahui pengertian tujuan  pendidikan
2.               Untuk mengetahui maksud dari subyek dan  obyek penididikan
3.               Untuk mengetahui sumber tentang tafsir ayat-ayat Al-Qur’an mengenai subyek dan obyek dalam pendidikan



BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Pendidikan
Pendididkan merupakan bantuan bimbingan yang diberikan pendidik terhadap peserta didik menuju kedewasaannya. Sejauh dan sebesar apapun bantuan yang diberikan sangat berpengaruh oleh pandangan pendidik terhadap kemungkinan peserta didik untuk di didik. Sesuai dengan fitrahnya manusia adalah makhluk berbudaya yang mana manusia dilahirkan dalam keadaan yang tidak mengetahui apa-apa dan ia mempunyai kesiapan untuk menjadi baik atau buruk.
Secara etimologi, seorang pendidik adalah orang yang memberikan bimbingan dalam melakukan kegiatan pada bidang pendidikan.
Secara terminology, terdapat beberapa pendapat pakar pendidikan tentang pengertian pendidik, antara lain:
1. Ahmad D. Marimba mengartikan pendidik sebagai orang yang memikul tanggung jawab untuk mendidik.
2. Ahmad Tafsir menyatakan bahwa pendidik dalam Islam sama dengan teori di barat yaitu siapa saja yang bertanggung jawab terhadap peserta didik.
3. Muri Yususf, mengemukakan bahwa pendidik adalah individu yang mampu melaksanakan tindakan mendididk dalam situasi pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan.
Tujuan pendidikan berarti sasaran yang ingin dicapai setelah melalui proses pendidikan, artinya pendidikan yang merupakan suatu proses mempunyai target atau tujuan yang ingin dicapai, dimana tujuan tersebut harus melekat atau dimiliki oleh peserta didik setelah melalui proses tersebut. Peserta didik diharapkan memiliki kompetensi tertentu sesuai dengan peringkat pendidikan yang dilaluinya. Kompetensi itu meliputi pengetahuan, sikap dan ketrampilan. Ketiga ranah ini merupakan suatu sistem yang saling berkait, pengetahuan melahirkan sikap dan kedua-duanya dapat pula menghasilkan ketrampilan. Kompetensi ketrampilan tidak akan dimiliki siswa tanpa kompetensi pengetahuan dan sikap.
Penyelenggaraan pendidikan, baik pada tingkat lembaga maupun dalam proses pemblajaran, mempunyai target atau sasaran yang ingin dicapai. Guru dan siswa mesti mengetahuinya, guru mesti tahu apa yang ia inginkan dari muridnya setelah berlangsungnya proses pembelajaran. Demikian pula peserta didik, mereka harus tahu apa yang mereka peroleh. Atau dengan kata lain, kompetensi apa yang harus mereka miliki melalui materi yang disajikan.
2.2. Subyek Pendidikan
A. Pengertian Subyek Pendidikan
Subyek pendidikan adalah orang maupun kelompok yang bertanggung jawab dalam memberikan pendidikan, sehingga materi yang diajarkan atau yang disampaikan dapat dipahami oleh objek pendidikan.
Subyek pendidikan yang dipahami kebanyakan para ahli pendidikan adalah orang tua, guru-guru di institusi formal (disekolah) maupun non formal dan lingkungan masyarakat, sedangkan pendidikan pertama (tarbiyatul awwal) yang kita pahami selama ini adalah rumah tangga (orang tua). Sebagai seorang muslim kita harus menyatakan bahwa pendidik pertama manusia adalah Allah dan yang kedua adalah Rasulullah.

B.  Ayat Al-Qur’an Yang Berkaitan Dengan Subyek Pendidikan
1.  Surah An-Najm: 1-10
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
وَالنَّجْمِ إِذَا هَوَى (١) مَا ضَلَّ صَاحِبُكُمْ وَمَا غَوَى (٢) وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى (٣) إِنْ هُوَ إِلا وَحْيٌ يُوحَى (٤) عَلَّمَهُ شَدِيدُ الْقُوَى (٥) ذُومِرَّةٍ فَاسْتَوَى (٦) وَهُوَ بِالأفُقِ الأعْلَى (٧) ثُمَّ دَنَا فَتَدَلَّى (٨) فَكَانَ قَابَ قَوْسَيْنِ أَوْ أَدْنَى (٩) فَأَوْحَى إِلَى عَبْدِهِ مَا أَوْحَى (١٠)
Artinya: (1) Demi bintang ketika terbenam.(2)Kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru.(3)Dan tidaklah yang diucapkannya itu (Al Qur’an) menurut keinginannya.(4) Tidak lain (Al Qur’an itu) adalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).(5)Yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat.(6) Yang mempunyai keteguhan, maka (Jibril itu) menampakkan diri dengan rupa yang asli.(7)Sedang dia berada di ufuk yang tinggi.(8)Kemudian dia mendekat (Kepada Muhammad untuk menyampaikan wahyu), lalu bertambah dekat.(9)Sehingga jaraknya (sekitar) dua busur panah atau lebih dekat (lagi).(10) Lalu disampaikannya wahyu kepada hamba-Nya (Muhammad) apa yang telah diwahyukan Allah.

Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa:
Allah Swt bersumpah dengan bintang ketika terbenam di ufuk di akhir malam ketika malam pergi dan siang datang. Hal itu, karena di sana terdapat ayat-ayat Allah yang besar. Allah Swt bersumpah dengan bintang untuk menerangkan kebenaran yang dibawa Rasulullah saw berupa wahyu ilahi karena di sana terdapat persesuaian yang menakjubkan. Allah Swt menjadikan bintang-bintang sebagai hiasan bagi langit, demikian pula wahyu dan atsar(pengaruh)nya sebagai hiasan bagi bumi. Jika tidak ada ilmu yang diwariskan dari para nabi, tentu manusia berada dalam kegelapan, bahkan lebih gelap dari malam yang kelam. Isi sumpah itu adalah membersihkan Nabi Muhammad saw dari tuduhan sesat dalam ilmunya dan dalam niatnya, dimana hal ini menghendaki Beliau sebagai orang yang mendapat petunjuk dalam ilmunya dan memberi petunjuk yang baik niatnya serta memberikan sikap tulus kepada umatnya; berbeda dengan orang-sesat yang sesat; yang rusak ilmu dan niatnya.
Disebutkan kata “kawanmu” untuk mengingatkan mereka, bahwa mereka telah mengenal keadaan dan pribadi Beliau yang penuh dengan kejujuran dan petunjuk, dan bahwa keadaan Beliau tidak samar bagi mereka.Yakni tidak ada yang ia ikuti selain wahyu yang diwahyukan Allah kepadanya. Ayat ini menunjukkan bahwa As Sunnah termasuk wahyu Allah kepada Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam sebagaimana firman Allah ‘Azza wa Jalla, “Dan (juga karena) Allah telah menurunkan kitab dan hikmah kepadamu,...” (Terj. An Nisaa’: 113), dan bahwa Beliau ma’shum dalam hal yang Beliau sampaikan dari Allah, karena ucapannya tidak keluar dari keinginannya, tetapi dari wahyu yang diwahyukan kepadanya.
Surah An-Najm termasuk kedalam surah Makiyah, jumlah ayatnya terdiri dari 62 ayat. Surah ini diturunkan sesudah surah Al-Ikhlas. Nama An-Najm yang berarti bintang, diambil dari perkataan An-Najm yang terdapat pada ayat pertama surah ini. Menurut keterangan yang shahih, surah An-Najm ini surah yang pertama kali dikemukakan oleh Rosulullah saw.
Pada surah An-Najm ini ditegaskanya klasifikasi seorang pendidik atau siapa saja yang berkompeten menjadi subjek pendidikan yakni seperti yang tersurah dalam ayat ini adalah seperti halnya seorang malaikat jibril yang mana beliau digambarkan sebagai berikut:
a.                   Sangat kuat, maksudnya memiliki fisik dan psikis yang matang dan mampu memecahkan masalah.
b.                  Mempunyai akal yang cerdas, yakni seorang pendidik haruslah memiliki akal yang mumpuni dalam bidangnya yakni berkompeten dalam mengajarkan apa yang diajarkannya sebagai seorang subyek pendidikan.
c.                   Menampakan dengan rupanya yang asli, yakni seorang subyek pendidikan hendaklah bersikap wajar yang tidak melebih-lebihkan segala sesuatu baik dari dirinya maupun apa yang dilakoninya dalam bidangnya.
Sedangkan dalam tafsir Al-Qurtubi dijelaskan bahwa seluruh mufassir mengatakan شديد القوى  adalah malaikat Jibril, kecuali Al-Hasan, ia menyatakan bahwaشديد القوى    adalah Allah saw. Adapun kalimat ذومرة  berarti memiliki kekuatan dan kecerdasan atau wawasan luas. Demikian pula yang dinyatakan oleh Ibnu Katsir. Dengan merujuk kepada pendapat jumhur mufassir, ayat ini berbicara tentang malaikat Jibril yang menjadi guru besar nabi Muhammad saw. terlepas dari perbedaan mengenai figur yang disebut pada ayat 5, seluruh mufassir sepakat bahwa figur yang dimaksud bersifat memiliki kekuatan dalam segala dimensinya serta kecerdasan khusus. Dengan demikian, makna pendidikan dalam ayat ini adalah bahwa seorang pendidik seyogyanya merupakan sosok yang kuat, baik dari segi fisik, mental, ekonomi, maupun intelektual.
 Dan hati Rasulullah saw sejalan dengan penglihatannya terhadap wahyu yang diwahyukan Allah kepadanya, sejalan pendengaran, hati dan penglihatannya. Hal ini menunjukkan sempurnanya wahyu yang Allah wahyukan kepada Beliau dan bahwa Beliau menerimanya dengan penerimaan yang tidak ada keraguan lagi; hatinya tidak mendustakan apa yang dilihat matanya serta tidak ragu-ragu terhadapnya. Bisa juga maksudnya, apa yang Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam lihat pada malam isra’ berupa ayat-ayat Allah yang besar, dan bahwa Beliau meyakininya dengan sepenuh hati. Apa yang Beliau lihat adalah malaikat Jibril ‘alaihis salam sebagaimana yang ditunjukkan susunan ayat di atas, dan bahwa Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam melihat malaikat Jibril dalam rupa aslinya dua kali; pertama di ufuk yang tinggi di bawah langit dunia sebagaimana telah disebutkan, dan kedua di atas langit yang ketujuh pada malam ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam diisra’kan.

2.Surah An-Nahl : 43-44
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ إِلا رِجَالا نُوحِي إِلَيْهِمْ فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لا تَعْلَمُونَ)43( بِالْبَيِّنَاتِ وَالزُّبُرِ وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ )44
Artinya:(43) Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui,( 44 ) keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. Dan Kami turunkan kepadamu Al Qur'an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.(Q.S AN-NAHL: 43-44)
Surah An-Nahl adalah surah ke-16 dalam Al-Qur’an. Surah ini terdiri dari 128 ayat dan termasuk surah makiyyah. Surah ini dinamakan An-Nahl yang berarti lebah, karena didalamnya terdapat firman Allah SWT, yaitu pada ayat 68 yang artinya : ”Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah”. Lebah adalah makhluk Allah yang banyak memberi manfaat dan kenikmatan kepada manusia. Ada persamaan antara madu yang dihasilkan oleh lebah dengan Al-Qur’an Al-Karim. Madu berasal dari bermacam-macam sari bunga dan dia menjadi obat bagi bermacam-macam penyakit manusia. Sedang Al-Qur’an mengandung inti sari dari kitab-kitab yang telah diturunkan kepada nabi-nabi zaman dahulu ditambah dengan ajaran-ajaran yang diperlukan oleh semua bangsa sepanjang masa untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Surah ini dinamakan pula An-Ni’amartinya nikmat-nikmat, karena didalamnya Allah menyebutkan berbagai macam kenikmatan yang diperuntukan hamba-hambanya.
Penyebutan anugerah Allah kepada nabi Muhammad secara khusus dan bahwa yang dianugerahkan-Nya itu adalah adz-dzikr mengesankan perbedaan kedudukan beliau dengan para nabi dan para rasul sebelumnya. Dalam konteks ini nabi Muhammad saw bersabda artinya:
”Tidak seorang nabi pun kecuali telah dianugerahkan Allah apa (bukti-bukti indrawi) yang menjadikan manusia percaya padanya. Dan sesungguhnya aku dianugerahi wahyu (Al-Qur’an) yang bersifat immaterial dan kekal sepanjang masa, akan aku mengharap menjadi yang paling banyak pengikutnya dihari kemudian”. (HR.Bukhari).
Adapun dalam tafsir Jalalain dijelaskan bahwa kata أهل الذكر  ditafsirkan sebagai العلماء بالتوراة والانجيل  (para ulama yang memahami kitab Taurat dan kitab Injil). Ibnu Katsir menjelaskan hal yang senada bahwa yang dimaksud dengan ahludz dzikr adalah ahli kitab sebelum Muhammad saw.
Sementara itu, kaitannya dengan subjek pendidikan pada ayat tersebut adalah bahwa seorang guru dalam perannya sebagai ahli al-dzikr selain berfungsi sebagai orang yang mengingatkan para peserta didik dari berbuat yang melanggar larangan Allah dan rasul-Nya, juga sebagai seorang yang mendalami ajaran-ajaran yang berasal dari Tuhan yang terdapat dalam berbagai kitab yang pernah diturunkan-Nya kepada para nabi dan rasul-Nya dari sejak dahulu kala hingga sekarang. Sebagai ahli al-dzikr ia dapat mencari titik persamaan antara ajaran yang terdapat didalam berbagai kitab tersebut untuk diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
Selain itu surah an-Nahl menerangkan bahwa Allah Swt mengutus utusannya dengan terlebih dahulu memberikannya wahyu kepada utusannya, ini dikarenakan agar segala bentuk pertanyaan yang mungkin diajukan kepada utusannya dapat dijawab dan dipecahkan sesuai dengan apa yang dimaksudkan oleh Allah dan tidak mungkin terjadi kedzaliman dalam hal ini.
Di karenakan semua jawaban yang diberikan oleh utusannya adalah datang dari tuhan, oleh karena itu, sebagai subyek pendidikan yang merupakan salah satu sumber pendidikan hendaklah memiliki segala pengetahuan yang sesuai dengan kaidah ilmu pengetahuan itu sendiri. Yakni sebagai seorang pendidik hendaklah mempersiapkan segala sesuatu sebelum mengadakan proses pembelajaran yang mana jikalau terdapat kasus-kasus pendidik dapat menyelesaikan apa yang muncul didalam proses pembelajaran. Maka tidak salah jika salah satu syarat sebagai seorang pendidik adalah memiliki kecerdasan pikiran mental dan juga spiritual yang digambarkan pada ayat ini.
Dari berbagai penjelasan diatas jika dihubungkan dengan pendidikan, maka akan muncul 2 hal penting. Pertama, Mengenai Gambaran seperti apa seharusnya pelaku pendidikan atau yang sering disebut dengan Subyek pendidikan itu, dan yang Kedua, Mengenai bahan ajar atau sesuatu yang akan diajarkan dan diterima oleh para pelaku pendidikan tersebut.
Mengenai pola interaksi guru sebagai pendidik dan murid sebagai peserta didik berkaitan dengan konsep dari para ahli pendidikan saat ini, yang kemudian menjelaskan teori-teori pendidikan sekarang, penulis membaginya menjadi dua bagian pokok, yaitu sebagai berikut:
a.       Pendidik
Menurut Ahmad Tafsir, syarat dan sifat guru adalah guru harus mengetahui karakteristik murid. Berkaitan dengan otoritas guru untuk menguji, melakukan tes minat dan bakat untuk mengetahui karakter dan kemampuan murid. (QS.Al Kahfi: 67-68).Al Ghazali menjelaskan tugas guru adalah  ia mencukupkan bagi murid itu menurut kadar pemahamanya, maka ia tidak menyampaikan kepada murid sesuatu yang tidak terjangkau oleh akalnya. (QS.Al Kahfi: 67-68)Ahmad Tafsir dalam Nurtawab menjelaskan tugas guru adalah mendidik. Mendidik itu sebagian dilakukan dalam bentuk mengajar, sebagian dalam bentuk memberikan dorongan, memuji, menghukum, memberi contoh, membiasakan dan lain-lain. Berkaitan dengan guru harus memberikan contoh berkata-kata yang baik dan sopan kepada murid QS. Al Kahfi:67-68). Ramayulis menjelaskan, pendidik sebagai pengajar yang bertugas merencanakan program pengajaran dan melaksanakan program yang telah tersusun. Dengan demikian sorang guru harus menyusun kontrak belajar (QS. Al Kahfi: 70)
b.      Peserta didik
Dalam menuntut ilmu, menurut Mohammad Athiyah al-Arbasy, seorang peserta didik harus memiliki niat yang mulia.(QS. Al-Kahfi:60). Lebih lanjut al-Arbasiy mengatakan, kewajiban peserta didik salah satunya adalah menyenangkan hati guru, caranya salah satunya tidak terlalu banyak bertanya yang merepotkan guru. (QS.Al-Kahfi 70). Burhan al Din al-Zarnuji mengungkapkan pendapat Ali Bin Abi Thalib, tentang enam hal penting yang perlu dilakukan oleh peserta didik salah satunya adalah kesabaran. (QS. Al Kahfi:69). Menurut Ramayulis, peserta didik harus menghormati guru atau pendidik, berusaha memperoleh kerelaan dari guru dengan cara yang baik, dimana peserta didik harus bersikap sopan kepada gurunya. (QS. Al Kahfi: 66)

Hikmah yang dapat diambil dari ayat tersebut yaitu, kita perlu bersabar dan tidak terburu-buru mendapatkan kebijaksanaan dari setiap peristiwa yang dialami. Dan kita sebagai siswa harus memelihara adab dengan gurunya. Setiap siswa harus bersedia mendengar penjelasan seorang guru dari awal hingga akhir sebelum nantinya dapat bertindak d luar perintah dari guru. Kisah nabi Khidir ini juga menunjukkan bahwa Islam memberikan kedudukan yang sangat istimewa kepada guru.
Selain itu juga satu hikmah selain sabar, yang didapatkan dari kisah tersebut yaitu ilmu itu merupakan karunia terbesar yang diberikan oleh Allah SWT. Tidak ada makhluk manapun, seorang manusia pun yang lebih berilmu dariNya. Tidak ada seorang manusia yang mengklaim bahwa dirinya lebih berilmu disbanding yang lainya. Hal ini dikarenakan ada ilmu yang merupakan anugrah dari Allah yang diberikan pada seseorang tanpa harus mempelajarinya (ilmu Ladunny, yaitu ilmu yang dikhususkan bagi hamba-hamba Allah yang shalih dan terpilih).

2.3. Obyek Pendidikan
A. Pengertian Obyek Pendidikan
Dalam dunia pendidikan, seorang pendidik seperti orang tua,guru,kiyai,tokoh, yang berposisi sebagai subyek. Sedangkan anak didik tidak dapat dianggap sebagai obyek, meskipun terhadap mereka inilah proses pendidikan ditujukan. Sementara lingkungan merupakan kesatuan yang berpautan secara utuh dan erat antara subyek dan obyek pendidikan. Oleh karena itu, sasaran ang akan dicapai dalam pendidikan adalah obyek yang nyata dan kenyataan yang obyektif. Obyek nyata yang mampu mempertemukan antara subyek dan obyek pendidikan dalam satu kondisi, disebut ilmu. Sedangkan kenyataan yang obyektif lazim disebut dengan al-hikmah. Dalam pandangan Al-Qur’an manusia mempunyai potensi untuk meraih ilmu serta mengembangkan. Oleh karena itu, banyak ayat yang memperintahkan manusia untuk menempuh berbagai cara untuk terwujudnya hal tersebut.
Dalam pandangan Al-Qur’an, obyek ilmu meliputi hal-hal yang bersifat materil, dan juga yang non materil. Fenomental dan non fenomental bahkan ada wujud yang tidak dapat dijangkau oleh manusia.
 
B. Tafsir Al-Qur’an Yang Berkaitan Dengan Obyek Pendidikan
A. QS. At Tahrim Ayat 6
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At Tahrim: 6). Dalam ayat ini terdapat lafadz perintah beruppa fi’il amr yang secara langsung dan tegas, yakni lafadz (peliharalah/ jagalah), hal ini dimaksudkan bahwa kewajiban setiap orang Mu’min salah satunya adalah menjaga dirinya sendiri dan keluarganya dari siksa neraka. Dalam tafsir jalalain proses penjagaan tersebut adalah dengan pelaksanaan perintah taat kepada Allah SWT. Merupakan tanggung jawab setiap manusia untuk menjaga dirinya sendiri, serta keluarganya, sebab manusia merupakan pemimpin bagi dirinya sendiri dan keluarganya yang nanti akan dimintai pertanggungjawabannya. Sebagaimana sabda Rosuloulloh SAW.
“Dari Ibnu Umar ra. Berkata: saya mendengar Rosululloh SAW. Bersabda: setiap dari kamu adalah pemimpin, dan setiap dari kamu akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya, seorang imam adalah pemimpin dan akan ditanyai atas kepemimpinannya, orang laki-laki adalah pemimpin dalam keluarganya dan akan ditanyai atas kepemimpinannya….. (HR. Bukhary-Muslim) Diriwayatkan bahwa ketika ayat ke 6 ini turun, Umar berkata: “Wahai Rasulullah, kami sudah menjaga diri kami, dan bagaimana menjaga keluarga kami?” Rasulullah SAW. menjawab: “Larang mereka mengerjakan apa yang kamu dilarang mengerjakannya dan perintahkanlah mereka melakukan apa yang Allah memerintahkan kepadamu melakukannya. Begitulah caranya meluputkan mereka dari api neraka. Neraka itu dijaga oleh malaikat yang kasar dan keras yang pemimpinnya berjumlah sembilan belas malaikat, mereka dikuasakan mengadakan penyiksaan di dalam neraka, tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepadanya. Maka jelas bahwa tugas manusia tidak hanya menjaga dirinya sendiri, namun juga keluarganya dari siksa neraka. Untuk dapat melaksanakan taat kepada Allah SWT, tentunya harus dengan menjalankan segala perintahNya, serta menjauhi segala laranganNya. Dan itu semua tak akan bisa terjadi tanpa adanya pendidikan syari’at. Maka disimpulkan bahwa keluarga juga merupakan objek pendidikan. Dilihat dari ayat itu sendiri terdapat hubungan antar kalimat (munasabah), bahwa manusia diharapkan seperti prilaku malaikat, yakni mengerjakan apa yang diperintah Allah SWT. Tafsiran: ayat ini menerangkan tentang ultimatum kepada kaum mu’minin (diri dan keluarganya) untuk tidak melakukan kemurtadan dengan lidahnya, meskipun hatinya tidak.
Kesimpulan: ayat ini menunjukkan perintah untuk menjaga diri dan keluarga dari api neraka, yang bisa disimpulkan juga merupakan untuk tarbiyah diri dan keluarga.
B. QS. Asy Syu’araa Ayat 214
“Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat.” (Q.S Asy Syu’ara’: 214). Sesuai dengan ayat sebelumnya (QS. At Tahrim: 6) bahwa terdapat perintah langsung dengan fi’il amar (berilah peringatan). Namun perbedaannya adalah tentang objeknya, dimana dalam ayat ini adalah kerabat-kerabat. ”Al Aqrobyn” mereka adalah Bani Hasyim dan Bani Mutalib, lalu Nabi saw. memberikan peringatan kepada mereka secara terang-terangan; demikianlah menurut keterangan hadis yang telah dikemukakan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim.
Namun hal ini bukan berarti khusus untuk Nabi SAW saja kepada Bani Hasyim dan Muthollib, tetapi juga untuk seluruh umat Islam. Sebab sesuai kaidah ushul fiqh:
”…dengan umumnya lafadz, bukan dengan khususnya sebab”. Dilihat dari munasabah ayat, selanjutnya terdapat ayat ke-215
”Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman” (QS. Asy-Syu’araa: 215). Jadi perintah ini juga berlaku untuk seluruh umat Islam. Asbab nuzul ayat ini, Ketika ayat ini turun Rasulullah SAW bersabda: “Wahai Bani Abdul Muthalib, demi Allah aku tidak pernah menemukan sesuatu yang lebih baik di seluruh bangsa Arab dari apa yang kubawa untukmu. Aku datang kepadamu untuk kebaikan di dunia dan akhirat. Allah telah menyuruhku mengajakmu kepada-Nya. Maka, siapakah di antara kamu yang bersedia membantuku dalam urusan ini untuk menjadi saudaraku dan washiku serta khalifahku?” Mereka semua tidak bersedia kecuali Ali bin Abi Thalib. Di antara hadirin beliaulah yang paling muda. Ali berdiri seraya berkata: “Aku ya, RasulullahNabi. Aku (bersedia menjadi) wazirmu dalam urusan ini”. Lalu Rasulullah SAW memegang bahu Ali seraya bersabda: “Sesungguhnya Ali ini adalah saudaraku dan washiku serta khalifahku terhadap kalian. Oleh karena itu, dengarkanlah dan taatilah ia.” Mereka tertawa terbahak-bahak sambil berkata kepada Abu Thalib: “Kamu disuruh mendengar dan mentaati anakmu”. Umat Islam adalah saudara bagi yang lain, maka harus saling mendidik dan menasehati. Sebagaimana sabda Nabi SAW :
“ Dari Jarir Ibn Abdillah ra. Berkata: saya bersumpah setia kepada Rosululloh SAW untuk mendirikan sholat, menunaikan zakat, dan menasehati kepada setiap muslim”. (HR. Bukhory-Muslim). Maka kerabat-kerabat kita terdekat merupakan juga objek dakwah dan tarbiyah.
C. QS. At Taubah: 122
”Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (QS. At Taubah: 122)
Dalam ayat ini juga terdapat dua lafadz fi’il amar yang disertai dengan lam amar, yakni (supaya mereka memperdalam ilmu agama) dan lafadz (supaya mereka membari peringatan),yang berarti kewajiban untuk belajar dan mengajar. Adapun proses belajar dan mengajar sangat dianjurkan oleh Nabi SAW. Sabda beliau:
”Dan darinya (Abu Hurairah ra. Sesungguhnya Rosululloh SAW bersabda: barangsiapa yang mengajak kepada petunjuk, maka baginya pahala orang yang mengikutinya tidak dikurangi sedikitpun dari padanya. (HR. Muslim).
Asbab nuzulnya adalah Tatkala kaum Mukminin dicela oleh Allah bila tidak ikut ke medan perang kemudian Nabi saw. mengirimkan sariyahnya, akhirnya mereka berangkat ke medan perang semua tanpa ada seorang pun yang tinggal, maka turunlah firman-Nya berikut ini: (Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi) ke medan perang (semuanya. Mengapa tidak) (pergi dari tiap-tiap golongan) suatu kabilah (di antara mereka beberapa orang) beberapa golongan saja kemudian sisanya tetap tinggal di tempat (untuk memperdalam pengetahuan mereka), yakni tetap tinggal di tempat (mengenai agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya) dari medan perang, yaitu dengan mengajarkan kepada mereka hukum-hukum agama yang telah dipelajarinya (supaya mereka itu dapat menjaga dirinya) dari siksaan Allah, yaitu dengan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Sehubungan dengan ayat ini Ibnu Abbas r.a. memberikan penakwilannya bahwa ayat ini penerapannya hanya khusus untuk sariyah-sariyah, yakni bilamana pasukan itu dalam bentuk sariyah lantaran Nabi saw. tidak ikut. Sedangkan ayat sebelumnya yang juga melarang seseorang tetap tinggal di tempatnya dan tidak ikut berangkat ke medan perang, maka hal ini pengertiannya tertuju kepada bila Nabi saw. berangkat ke suatu ghazwah. Kesimpulan: maka tidak sepatutnya seluruh kaum muslimin pergi berperang (jihad), namun harus ada juga yang harus belajar dan mengajar. Sebab proses tarbiyah sangat pentingbagi kukuhnya Islam. Rosul SAW bersabda (artinya): ”Di hari kiamat kelak tinta yang digunakan untuk menulis oleh para ulama akan ditimbang dengan darah para syuhada (yang gugur di medan perang)” (HR. Syaikhani).
D. QS. An Nisaa’: 170
”Wahai manusia, sesungguhnya telah datang Rasul (Muhammad) itu kepadamu dengan (membawa) kebenaran dari Tuhanmu, maka berimanlah kamu, itulah yang lebih baik bagimu. Dan jika kamu kafir, (maka kekafiran itu tidak merugikan sedikitpun kepada Allah) karena sesungguhnya apa yang di langit dan di bumi itu adalah kepunyaan Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” (Qs. An Nisa’: 170). Dalam ayat ini Allah menyeru kepada manusia untuk beriman, sebab sudah ada Rosul (Nabi Muhammad SAW) yang diutus untuk membawa syari’at yang benar. Dalam tafsir disebutkan bahwa lafadz An Naas pada saat turunnya ayat adalah kepada ahli kafir Mekah. Adapun manusia, karena adanya kesamaan jenis, ukhuwah basyariyyah,maka dakwah dan tarbiyah kepada non muslim pun harus tetap dilakukan, tentunya dengan jalan yang baik. Nabi SAW bersabda:
”Dari Abdullah Ibn ’Amr Ibn Al Ash ra. Berkata, sesungguhnya Nabi SAW besabda: sampaikanlah dariku walau sat ayat…..” (HR. Bukhory). Kesimpulan: Maka manusia baik yang muslim maupun non muslim merupakan objek dakwah dan tarbiyah. Namun disini perlu diluruskan, bahwa proses dakwah dan tarbiyah tidak harus dengan kekerasan dan perang, tetapi dengan jalan yang hikmah, mauidzoh hasanah, dan argumen yang bertanggung jawab.
 
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dari pemaparan makalah tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan mempunyai tujuan utama yang hendak dicapai yaitu menjadikan peserta didik atau orang yang mencari ilmu, menjadi orang yang beriman kepada Allah. Tidak hanya untuk kepentingan didunia saja. Semetara pesertadidik dalam pembelajaran tidak hanya berperan sebagai obyek pendidikan namun sebagai subyek karena diutamakan untuk ikut aktif atau berperan dalam pembelajaran. Pendidikan atau tarbiyah merupakan proses penting untuk melaksanakan taat kepada Allah SWT dan menggapai ridhonya, sebab belajar dan mengajar diwajibkan dalam Islam. Manusia seluruhnya merupakan objek pendidikan (tarbiyah dan dakwah), namun perlu adanya prioritas untuk kedua hal tersebut, yaitu dimulai dari diri sendiri, kemudian keluarga, kerabat, orang Islam, dan akhirnya kepada sesama manusia (non muslim)          
3.2. Saran
Sebagai umat Islam harusnya kita dapat memahami ayat-ayat Al-Qur’an dengan kaidah tafsir yang benar, supaya kita dapat mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari dengan benar pula.
DaftarPustaka
1.  Sayyid Ahmad Hasyimi. 1971. Mukhtarul Ahaditsun Nabawiyyah. Surabaya: Haromain.
2.  Drs. Moh. Harisuddin Cholil, M. Ag. 2009. Ushul Fiqh I. Kertosono: STAI Mifathul ‘Ula.
3. K.Ahmad Subhi Musyhadi. 1981. Misbahul Anam Syarh Bulughul Marom .  Pekalongan: Maktabah Raja Murah
4. Al Allamah Abu Zakariya Al Anshory. Tanpa tahun. Riyadhus Sholihin. Surabaya: Haromain
5. Al Allamah Jalaluddin Al Mahally dan Al Allamah Jalaluddin As Suyuthi. Tanpa Tahun. Tafsir Jalalain. Surabaya: Darul Kutub Islamiyyah.

1 komentar: