Selasa, 11 Oktober 2016

Sejarah Ilmu Fikih dan Hukum Islam

Sejarah Ilmu Fikih dan Hukum Islam
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Tafsir
Dosen Pengampu: Nastangin,M.H.I


Disusun Oleh:

Semut Merah                       (23060150026)
JURUSAN TADRIS ILMU PENGETAHUAN ALAM S1
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
IAIN SALATIGA
2016
 
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sebagai umat islam tidak akan lepas dari hukum atau aturan islam. Islam sendiri memiliki hukum yang mengatur setiap detail kehidupan kita. manusia diberikan akal oleh Allah sebagai bentuk kesempurnaan, dengan akal itu pula manusia dapat berfikir secara mendalam tentang hukum-hukum Allah, namun dalam menggali hukum dan syariat Allah yang begitu luas sebagaimana yang terdapat dalam Al-qur’an maupun sunnah, para mujtahid Mutlaq Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i dan Imam Hanbali mengambil langkah-langkah baru dalam menterjemahkan kandungan Ayat-ayat al-Qur’an yakni Ijtihad.
Diyakini atau tidak, bahwa manusia tidak bisa lepas dari ilmu fiqih, semenjak manusia baliq disitu pula hukum fiqih mulai bekerja dalam mengurus persoalan manusia, hingga manusia meninggal dunia persoalan fiqih masih terus ada hubungannya, tetapi hubungan tersebut lebih menitik beratkan kepada orang yang masih hidup. Karena hal itulah makalah ini disusun oleh penulis sebagai upaya dalam memahami ilmu fiqih untuk berbagai kalangan. Dalam menyusun makalah ini tentunya masih banya kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran supaya bisa lebih baik lagi.
B. Rumusan Masalah
Untuk memudahkan mencari materi yang akan dijelaskan dalam makalah ini, kami membuat rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa itu ilmu fiqih?
2. Apa saja pokok bahasan ilmu fiqih?
3. Apa saja sumber dan dalil ilmu fiqih?
4. Bagaimana menerapkan ilmu fiqih dalam kehidupan sehari-hari?
C. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah supaya:
1. Mahasiswa dapat mengetahui ilmu fiqih
2. Mahasiswa dapat mengetahui apa saja pokok bahasan ilmu fiqih
3. Mahasiswa dapat mengetahui sumber dan dalil ilmu fiqih
4. Mahasiswa dapat menerapkan ilmu fiqih dalam kehidupan sehari-hari

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Fiqih
Kata fiqih secara bahasa mempunyai dua makna. Makna pertama adalah al-fahmu al-mujarrad, yang artinya adalah mengerti secara langsung atau sekedar mengerti saja. Makna kedua adalah al-fahmu ad-daqiq yang artinya adalah mengerti atau memahami secara mendalam dan lebih luas.
Sedangkan secara istilah, kata fiqih didefinisikan oleh para ulama dengan berbagai definisi yang berbeda-beda. Sebagiannya lebih merupakan ungkapan sepotong-sepotong, tapi ada juga yang memang sudah mencangkup semua batasan ilmu fiqih itu sendiri. Istilah fiqih ini lebih banyak digunakan untuk ilmu agama secara umum, dimana seseorang yang ahli dibidang ilmu-ilmu agama sering disebut faqih.
Pengertian fiqih
الْعلْمُ بالأحكامِ الشّرْعيّة العمليّةِ المكسب ن دللّساا السّصييل يّةِ
“ Ilmu yang membahas hukum-hukum syariat bidang amaliyah (perbuatan nyata) yang diambil dari dalil-dalil secara rinci.”
1. Ilmu
Fiqih adalah sebuah cabang ilmu yang tentunya bersifat ilmiyah, logis, dan memiliki objek dan kaidah tertentu. Fiqih tidak seperti tasawuf yang lebih merupakan gerakan hati dan perasaan. Juga bukan tarekat yang merupakan pelaksanaan ritual-ritual. Fiqih juga bukan seni yang lebih bermain dengan rasa dan keindahan.
Jadi fiqih merupakan sebuah cabang ilmu yang bisa dipelajari, didirikan diatas kaidah-kaidah yang bisa dipresentasikan dan diuji secara ilmiah.
2. Hukum-hukum
Pada hakekatnya ilmu fiqih adalah ilmu hukum. Kita mengenal ada banyak cabang dan jenis ilmu hukum, misalnya hukum adat yang secara tradisi berkembang pada suatu masyarakat tertentu. Selain hukum adat, kita juga mengenal hukum barat yang berasal dari bekas penjajahan.
3. Syariat
Hukum yang menjadi wilayah kajian ilmu fiqih adalah hukum syariat, yaitu hukum yang bersumber dari Allah Swt. serta telah menjadi ketetapan-Nya. Ilmu fiqih bukan ilmu hukum yang dibuat oleh manusia. Fiqih adalah hukum syariat, dimana hukum itu semua berasal dari Allah Swt.
Keterlibatan manusia dalam ilmu fiqih hanyalah dalam menganalisa, merinci, memilah, serta menyimpulkan apa yang telah Allah firmankan dalam Al-Qur’an dan apa yang Rasullullah sampaikan berupa sunnah nabawiyah atau hadist nabawi.
4. Amaliyah
Maksud Amaliyah adalah bahwa hukum fiqih itu terbatas pada hal-hal yang bersifat amaliyah badaniyah, bukan yang bersifat ruh , perasaan, atau wilayah kejiwaan lainnya. Hukum fiqih hanya membahas hukum-hukum yang bersifat fisik berupa perbuatan-perbuatan manusia secara fisik lahiriyah.
Tegasnya fiqih itu hanya menilai dari segi yang kelihatan saja, sedangkan yang ada di dalam hati, atau di dalam benak tidak termasuk wilayah amaliyah.
5. Yang diambil dari dalil-dalilnya yang rinci
Memahami Al-Qur’an dan atau sunnah tidaklah mudah. Makanya harus ada ilmu dan metode yang baku dan bisa dipertanggung-jawabkan untuk bisa mengeluarkan kesimpulan hukum dari Al-Qur’an dan Sunnah.
Ilmu fiqih itu ibarat ilmu perkiraan cuaca. Ilmu ini tentu bukan ilmu ramal meramal dengan menggunakan kekuatan ghaib. Ilmu ini mengandalkan data dan fakta dari gejala-gejala di alam, yang sebenarnya semua orang bisa melihat atau merasakannya. Bagi orang awam, mereka tidak akan bisa bagaimana mengolah data-data gejala alam itu secara akurat. Yang dapat mengolah data-data itu hanya mereka yang belajar ilmu itu secara serius.
Kalau kita buka kitab suci Al-Qur’an dan atau kitab shahih Bukhari, sebenarnya yang kita lakukan barulah membaca data mentah. Maka jika kita ingin mengerti makna dari Al-Qur’an dan Hadist, kita harus mengerti latar belakang dan juga bahasa arab dengan seluk beluk sastranya.
B. Pokok Bahasan Ilmu Fiqih
Ilmu fiqih memiliki berbagai pokok pembahasan yang selalu kita jalankan di kehidupan sehari-hari. Diantaranya yaitu fiqih ibadah, fiqih muamalah, dan fiqih hukum keluarga. Fiqih ibadah meliputi thaharah (bersuci), salat, zakat, puasa, i’tikaf, haji, qurban dan aqiqah, dan Jihad. Fiqih muamalah meliputi jual beli, riba, ijarah (sewa-menyewa), waqaf, dan wasiat. Dan hukum kekeluargaan seperti halnya nikah dan hukum khusus bagi wanita.
C. Sumber dan Dalil Ilmu Fiqih
Dalam bahasa arab, yang dimaksud dengan “sumber” adalah mashdar, yaitu asal dari segala sesuatu dan tempat merujuk segala sesuatu. Sedangkan “dalil” secara etimologi berarti petunjuk kepada sesuatu baik yang bersifat material maupun non material. Secara terminologi, dalil adalah suatu petunjuk yang dijadikan landasan berpikir yang benar dalam memperoleh hukum syara’ yang bersifat praktis, baik yang statusnya qath’i (pasti) maupun zhanni (relatif).
1. Al-Qur’an
Ada dua pengertian Al-Qur’an dalam bahasa arab yaitu qur’an
قرا ن) ) yang berarti “bacaan”, dan “apa yang tertulis padanya,” maqru’
) )نقروء ,ismu al-fail (subjek) dari qara’a. Arti yang disebutkan terakhir ini dijumpai dalam firman Allah pada surar Al-Qiyamah, 75: 17-18:
إِنَّ عل يْ ن ا جَْ عهُ وق رُْآن هُ ف إِذ ا ق ردْ نَهُ ف اتَّبِعْ ق رُْآن ه “Sesungguhnya atas tanggungan Kami-lah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu.”
Ulama’ fiqih sepakat menyatakan bahwa Al-Qur’an itu merupakan sumber utama hukum islam yang diturunkan Allah dan wajib diamalkan, dan seorang mujtahid tidak dibenarkan menjadikan dalil lain sebagai hujjah sebelum membahas dan meneliti ayat-ayat Al-Qur’an.
2. Sunnah
Sunnah secara bahasa berarti “jalan yang biasa dilalui” atau “cara yang senantiasa dilakukan” apakah cara itu sesuatu yang baik atau buruk. Sabda Rasulullah Saw.
ن س في الاءِسلام سنّة حبنة فلهُ دجرها ودجرن عمل بها نِ بعدهِ
“ Barang siapa yang membiasakan sesuatu yang baik di dalam islam, maka ia menerima pahalanya dan pahala orang-orang sesudahnya yang mengamalkannya.” (H.R. Muslim)
Menurut ahli fiqih, sunnah mengandung pengertian “perbuatan yang dikerjakan mendapat pahala dan apabila ditinggalkan tidak berdosa.” Macam-macam sunnah diantaranya yaitu:
a. Sunnah Fi’liyah
Yaitu perbuatan yang dilakukan Nabi Saw. yang dilihat, atau diketahui dan disampaikan para sahabat kepada orang lain. Misalnya tata cara salat.
b. Sunnah Qauliyyah
Yaitu ucapan Nabi Saw. yang didengar oleh dan disampaikan orang atau beberapa sahabat kepada orang lain.
c. Sunnah Taqririyyah
Yaitu perbuatan atau ucapan sahabat yang dilakukan dihadapan atau sepengetahuan Nabi Saw., tetapi Nabi hanya diam dan tidak mencegahnya. Sikap ini menunjukan persetujuan Nabi Saw.
Ulama sepakat sepakat mengatakan bahwa Sunnah Rasulullah Saw. dalam tiga bentuk di atas (fi’liyyah, qauliyyah, taqririyyah) merupakan sumber asli dari hukum-hukum syara’ dan menempati posisi kedua setelah Al-Qur’an. Fungsi sunnah terhadap Al-Qur’an adalah untuk memerinci, menjelaskan, dan mengkhususkan berbagai hukum yang bersifat umum dalam Al-Qur’an.
3. Ijma’
Ditinjau dari bahasa, ijma’ merupakan masdar dari kata دجَْع yang artinya memutusakan dan menyepakati sesuatu. Menurut Abdul Wahhab Khalaf, secara istilah Ijma’ adalah kesepakatan (konsensus)
seluruh mujtahid pada suatu masa tertentu sesudah wafatnya Rasul atas hukum syara’ untuk satu peristiwa (kejadian).
Mayoritas ulama’ juga sepakat bahwa ijma’ sebagai sumber hukum islam yang ketiga setelah Al-Qur’an dan Hadist. Ijma sendiri dibedakan menjadi dua yaitu ijma’ sharih (jelas) dan ijma’ sukuti (diam).
4. Qiyas
Qiyas menurut bahasa berarti menyamakan atau mengukur sesuatu dengan yang lain. Ahli ushul fiqih merumuskan qiyas yaitu Menyamakan atau mengukur satu kejadian yang tidak ada nash tentang hukumnya dengan kejadian yang ada nash tentang hukumnya di dalam hukum yang disebutkan di dalam nash karena ada kesamaan antara dua kejadian itu di dalam ilat hukum tersebut.
D. Penerapan Ilmu Fiqih dalam Kehidupan
Ilmu fiqih merupakan ilmu yang paling luas. Karena ia merupakan pokok yang dengannya seorang muslim dapat mengukur amalnya apakah halal atau haram, sah atau tidak. Untuk mengetahui itu semua tidak ada jalan lain kecuali melalui ilmu fiqih, ilmu yang membahas tentang hukum Allah atas perbuatan hamba baik berupa tuntutan, pilihan, maupun keterikatan.
Banyak umat muslim yang menyerukan wajibnya kembali kepada syariat islam dan tidak lagi tergantung pada undang-undang buatan manusia. Kecuali beberapa orang yang memandang bahwa hidupnya bergantung pada hidupnya undang-undang itu dan keleluasan rizkinya ditentukan oleh eksistensi undang-undang itu. Tetapi Allah Swt. akan memenangkan agamaNya sekalipun orang-orang musyrik membencinya.
Ilmu fiqih memiliki keistimewaan mencangkup tiga jenis hubungan manusia. Yaitu hubungan manusia dengan Rabbnya, hubungan manusia dengan dirinya sendiri, dan hubungan manusia dengan masyarakat sekitarnya. Karena memang fiqih islam mencangkup dunia
dan akhirat. Ia adalah agama dan daulah (negara) meliputi semua umat manusia hingga hari kiamat.
Dalam hukum-hukum fiqih, antara akidah, ibadah, akhlak, dan muamalah satu sama lain saling menopang. Dan itu semua bertujuan mewujudkan hati yang hidup, perasaan yang sadar akan kewajiban dan terhadap pengawasan Allah saat sendiri dan banyak orang, serta menghormati hak-hak kepuasan, kedamaian, ketentraman, iman, kebahagiaan, kesejahteraan, keamanan, dan ketertiban kehidupan pribadi maupun masyarakat umum serta kedamaian alam semesta.
Ilmu fiqih yang membedakannya dari hukum positif adalah sangat dipengaruhi oleh akhlak. Bila tujuan dari hukum positif adalah kepentingan berupa terpeliharanya undang-undang dan ketentraman di masyarakat, maka fiqih islam sangat memperhatikan akhlak dan moral. Bila agama dan akhlak selalu menyertai muamalah maka akan terwujudlah kedamaian, kemaslakhatan dan kebahagiaan pada individu dan masyarakat dan akan terbentanglah jalan menuju surga Na’im di akhirat.
Dengan demikian, tujuan dari ilmu fiqih ialah menciptakan kebaikan dan kebahagiaan hakiki pada umat manusia baik di dunia maupun di akhirat.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ilmu fiqih adalah hasil akhir dari hukum-hukum yang bersifat baku hasil ijtihad ulama yang bersumber dari Al-Qur’an, Sunnah, Ijma’, Qiyas, dan dalil-dalil yang ada. Tujuan dari ilmu fiqih ialah menciptakan kebaikan dan kebahagiaan hakiki pada umat manusia baik di dunia maupun di akhirat. Selain itu, ilmu fiqih mencangkup berbagai aspek seperti akhlak maupun ibadah dan lain sebagainya.
B. Saran
Dalam mempelajari ilmu fiqih, ada baiknya kita mengetahui dasar-dasarnya terlebih dahulu. Supaya kita dapat memehami dan mengerti dengan baik bagian ilmu fiqih yang dipelajari. Tentunya tidak lupa kita juga harus berupaya dapat menerapkan atau mengamalkan ilmu yang kita peroleh.

Daftar Pustaka
Departemen Agama RI. 2002. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Jakarta: Pustaka Amani.
Haroen, Nasrun. 1996. Ushul Fiqh I. Jakarta : Logos Publishing House.
Idris, Nabhani dkk. 2013. Al- Fiqhu al-Muyassar. Indonesia : Wamy./
Ridwan dkk. 2014. Fiqih 12. Sragen: Akik Pusaka.
Sarwat, Ahmad. 2011. Seri Fiqih Kehidupan (1) : Ilmu Fiqih. Jakarta : DU Publishing.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar