Sejarah Ilmu Fikih dan Hukum Islam
Disusun
guna memenuhi tugas mata kuliah Tafsir
Dosen
Pengampu: Nastangin,M.H.I
Disusun Oleh:
Semut Merah (23060150026)
JURUSAN TADRIS ILMU PENGETAHUAN ALAM S1
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
IAIN SALATIGA
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Dalam
kehidupan sehari-hari, kita sebagai umat islam tidak akan lepas dari hukum atau
aturan islam. Islam sendiri memiliki hukum yang mengatur setiap detail
kehidupan kita. manusia diberikan akal oleh Allah sebagai bentuk kesempurnaan,
dengan akal itu pula manusia dapat berfikir secara mendalam tentang hukum-hukum
Allah, namun dalam menggali hukum dan syariat Allah yang begitu luas
sebagaimana yang terdapat dalam Al-qur’an maupun sunnah, para mujtahid Mutlaq
Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i dan Imam Hanbali mengambil
langkah-langkah baru dalam menterjemahkan kandungan Ayat-ayat al-Qur’an yakni
Ijtihad.
Diyakini
atau tidak, bahwa manusia tidak bisa lepas dari ilmu fiqih, semenjak manusia
baliq disitu pula hukum fiqih mulai bekerja dalam mengurus persoalan manusia,
hingga manusia meninggal dunia persoalan fiqih masih terus ada hubungannya,
tetapi hubungan tersebut lebih menitik beratkan kepada orang yang masih hidup.
Karena hal itulah makalah ini disusun oleh penulis sebagai upaya dalam memahami
ilmu fiqih untuk berbagai kalangan. Dalam menyusun makalah ini tentunya masih
banya kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran supaya bisa
lebih baik lagi.
B.
Rumusan Masalah
Untuk
memudahkan mencari materi yang akan dijelaskan dalam makalah ini, kami membuat
rumusan masalah sebagai berikut:
1.
Apa itu ilmu fiqih?
2.
Apa saja pokok bahasan ilmu fiqih?
3.
Apa saja sumber dan dalil ilmu fiqih?
4.
Bagaimana menerapkan ilmu fiqih dalam kehidupan sehari-hari?
C.
Tujuan
Tujuan
dari pembuatan makalah ini adalah supaya:
1.
Mahasiswa dapat mengetahui ilmu fiqih
2.
Mahasiswa dapat mengetahui apa saja pokok bahasan ilmu fiqih
3.
Mahasiswa dapat mengetahui sumber dan dalil ilmu fiqih
4.
Mahasiswa dapat menerapkan ilmu fiqih dalam kehidupan sehari-hari
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Fiqih
Kata
fiqih secara bahasa mempunyai dua makna. Makna pertama adalah al-fahmu
al-mujarrad, yang artinya adalah mengerti secara langsung atau sekedar mengerti
saja. Makna kedua adalah al-fahmu ad-daqiq yang artinya adalah mengerti atau
memahami secara mendalam dan lebih luas.
Sedangkan
secara istilah, kata fiqih didefinisikan oleh para ulama dengan berbagai
definisi yang berbeda-beda. Sebagiannya lebih merupakan ungkapan
sepotong-sepotong, tapi ada juga yang memang sudah mencangkup semua batasan
ilmu fiqih itu sendiri. Istilah fiqih ini lebih banyak digunakan untuk ilmu
agama secara umum, dimana seseorang yang ahli dibidang ilmu-ilmu agama sering
disebut faqih.
Pengertian
fiqih
الْعلْمُ
بالأحكامِ الشّرْعيّة العمليّةِ المكسب ن دللّساا السّصييل يّةِ
“
Ilmu yang membahas hukum-hukum syariat bidang amaliyah (perbuatan nyata) yang
diambil dari dalil-dalil secara rinci.”
1.
Ilmu
Fiqih
adalah sebuah cabang ilmu yang tentunya bersifat ilmiyah, logis, dan memiliki
objek dan kaidah tertentu. Fiqih tidak seperti tasawuf yang lebih merupakan
gerakan hati dan perasaan. Juga bukan tarekat yang merupakan pelaksanaan
ritual-ritual. Fiqih juga bukan seni yang lebih bermain dengan rasa dan
keindahan.
Jadi
fiqih merupakan sebuah cabang ilmu yang bisa dipelajari, didirikan diatas
kaidah-kaidah yang bisa dipresentasikan dan diuji secara ilmiah.
2.
Hukum-hukum
Pada
hakekatnya ilmu fiqih adalah ilmu hukum. Kita mengenal ada banyak cabang dan
jenis ilmu hukum, misalnya hukum adat yang secara tradisi berkembang pada suatu
masyarakat tertentu. Selain hukum adat, kita juga mengenal hukum barat yang
berasal dari bekas penjajahan.
3.
Syariat
Hukum
yang menjadi wilayah kajian ilmu fiqih adalah hukum syariat, yaitu hukum yang
bersumber dari Allah Swt. serta telah menjadi ketetapan-Nya. Ilmu fiqih bukan
ilmu hukum yang dibuat oleh manusia. Fiqih adalah hukum syariat, dimana hukum
itu semua berasal dari Allah Swt.
Keterlibatan
manusia dalam ilmu fiqih hanyalah dalam menganalisa, merinci, memilah, serta
menyimpulkan apa yang telah Allah firmankan dalam Al-Qur’an dan apa yang
Rasullullah sampaikan berupa sunnah nabawiyah atau hadist nabawi.
4.
Amaliyah
Maksud
Amaliyah adalah bahwa hukum fiqih itu terbatas pada hal-hal yang bersifat
amaliyah badaniyah, bukan yang bersifat ruh , perasaan, atau wilayah kejiwaan
lainnya. Hukum fiqih hanya membahas hukum-hukum yang bersifat fisik berupa
perbuatan-perbuatan manusia secara fisik lahiriyah.
Tegasnya
fiqih itu hanya menilai dari segi yang kelihatan saja, sedangkan yang ada di
dalam hati, atau di dalam benak tidak termasuk wilayah amaliyah.
5.
Yang diambil dari dalil-dalilnya yang rinci
Memahami
Al-Qur’an dan atau sunnah tidaklah mudah. Makanya harus ada ilmu dan metode
yang baku dan bisa dipertanggung-jawabkan untuk bisa mengeluarkan kesimpulan
hukum dari Al-Qur’an dan Sunnah.
Ilmu
fiqih itu ibarat ilmu perkiraan cuaca. Ilmu ini tentu bukan ilmu ramal meramal
dengan menggunakan kekuatan ghaib. Ilmu ini mengandalkan data dan fakta dari
gejala-gejala di alam, yang sebenarnya semua orang bisa melihat atau
merasakannya. Bagi orang awam, mereka tidak akan bisa bagaimana mengolah
data-data gejala alam itu secara akurat. Yang dapat mengolah data-data itu
hanya mereka yang belajar ilmu itu secara serius.
Kalau
kita buka kitab suci Al-Qur’an dan atau kitab shahih Bukhari, sebenarnya yang
kita lakukan barulah membaca data mentah. Maka jika kita ingin mengerti makna
dari Al-Qur’an dan Hadist, kita harus mengerti latar belakang dan juga bahasa arab
dengan seluk beluk sastranya.
B.
Pokok Bahasan Ilmu Fiqih
Ilmu
fiqih memiliki berbagai pokok pembahasan yang selalu kita jalankan di kehidupan
sehari-hari. Diantaranya yaitu fiqih ibadah, fiqih muamalah, dan fiqih hukum
keluarga. Fiqih ibadah meliputi thaharah (bersuci), salat, zakat, puasa,
i’tikaf, haji, qurban dan aqiqah, dan Jihad. Fiqih muamalah meliputi jual beli,
riba, ijarah (sewa-menyewa), waqaf, dan wasiat. Dan hukum kekeluargaan seperti
halnya nikah dan hukum khusus bagi wanita.
C.
Sumber dan Dalil Ilmu Fiqih
Dalam
bahasa arab, yang dimaksud dengan “sumber” adalah mashdar, yaitu asal dari
segala sesuatu dan tempat merujuk segala sesuatu. Sedangkan “dalil” secara
etimologi berarti petunjuk kepada sesuatu baik yang bersifat material maupun
non material. Secara terminologi, dalil adalah suatu petunjuk yang dijadikan
landasan berpikir yang benar dalam memperoleh hukum syara’ yang bersifat
praktis, baik yang statusnya qath’i (pasti) maupun zhanni (relatif).
1.
Al-Qur’an
Ada
dua pengertian Al-Qur’an dalam bahasa arab yaitu qur’an
قرا
ن) ) yang berarti “bacaan”, dan “apa yang tertulis padanya,” maqru’
)
)نقروء ,ismu al-fail (subjek) dari qara’a. Arti yang disebutkan terakhir ini
dijumpai dalam firman Allah pada surar Al-Qiyamah, 75: 17-18:
إِنَّ
عل يْ ن ا جَْ عهُ وق رُْآن هُ ف إِذ ا ق ردْ نَهُ ف اتَّبِعْ ق رُْآن ه
“Sesungguhnya atas tanggungan Kami-lah mengumpulkannya (di dadamu) dan
(membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya maka
ikutilah bacaannya itu.”
Ulama’
fiqih sepakat menyatakan bahwa Al-Qur’an itu merupakan sumber utama hukum islam
yang diturunkan Allah dan wajib diamalkan, dan seorang mujtahid tidak
dibenarkan menjadikan dalil lain sebagai hujjah sebelum membahas dan meneliti
ayat-ayat Al-Qur’an.
2.
Sunnah
Sunnah
secara bahasa berarti “jalan yang biasa dilalui” atau “cara yang senantiasa
dilakukan” apakah cara itu sesuatu yang baik atau buruk. Sabda Rasulullah Saw.
ن
س في الاءِسلام سنّة حبنة فلهُ دجرها ودجرن عمل بها نِ بعدهِ
“
Barang siapa yang membiasakan sesuatu yang baik di dalam islam, maka ia
menerima pahalanya dan pahala orang-orang sesudahnya yang mengamalkannya.”
(H.R. Muslim)
Menurut
ahli fiqih, sunnah mengandung pengertian “perbuatan yang dikerjakan mendapat
pahala dan apabila ditinggalkan tidak berdosa.” Macam-macam sunnah diantaranya
yaitu:
a.
Sunnah Fi’liyah
Yaitu
perbuatan yang dilakukan Nabi Saw. yang dilihat, atau diketahui dan disampaikan
para sahabat kepada orang lain. Misalnya tata cara salat.
b.
Sunnah Qauliyyah
Yaitu
ucapan Nabi Saw. yang didengar oleh dan disampaikan orang atau beberapa sahabat
kepada orang lain.
c.
Sunnah Taqririyyah
Yaitu
perbuatan atau ucapan sahabat yang dilakukan dihadapan atau sepengetahuan Nabi
Saw., tetapi Nabi hanya diam dan tidak mencegahnya. Sikap ini menunjukan
persetujuan Nabi Saw.
Ulama
sepakat sepakat mengatakan bahwa Sunnah Rasulullah Saw. dalam tiga bentuk di
atas (fi’liyyah, qauliyyah, taqririyyah) merupakan sumber asli dari hukum-hukum
syara’ dan menempati posisi kedua setelah Al-Qur’an. Fungsi sunnah terhadap
Al-Qur’an adalah untuk memerinci, menjelaskan, dan mengkhususkan berbagai hukum
yang bersifat umum dalam Al-Qur’an.
3.
Ijma’
Ditinjau
dari bahasa, ijma’ merupakan masdar dari kata دجَْع yang artinya memutusakan
dan menyepakati sesuatu. Menurut Abdul Wahhab Khalaf, secara istilah Ijma’
adalah kesepakatan (konsensus)
seluruh
mujtahid pada suatu masa tertentu sesudah wafatnya Rasul atas hukum syara’
untuk satu peristiwa (kejadian).
Mayoritas
ulama’ juga sepakat bahwa ijma’ sebagai sumber hukum islam yang ketiga setelah
Al-Qur’an dan Hadist. Ijma sendiri dibedakan menjadi dua yaitu ijma’ sharih
(jelas) dan ijma’ sukuti (diam).
4.
Qiyas
Qiyas
menurut bahasa berarti menyamakan atau mengukur sesuatu dengan yang lain. Ahli
ushul fiqih merumuskan qiyas yaitu Menyamakan atau mengukur satu kejadian yang
tidak ada nash tentang hukumnya dengan kejadian yang ada nash tentang hukumnya
di dalam hukum yang disebutkan di dalam nash karena ada kesamaan antara dua
kejadian itu di dalam ilat hukum tersebut.
D.
Penerapan Ilmu Fiqih dalam Kehidupan
Ilmu
fiqih merupakan ilmu yang paling luas. Karena ia merupakan pokok yang dengannya
seorang muslim dapat mengukur amalnya apakah halal atau haram, sah atau tidak.
Untuk mengetahui itu semua tidak ada jalan lain kecuali melalui ilmu fiqih,
ilmu yang membahas tentang hukum Allah atas perbuatan hamba baik berupa
tuntutan, pilihan, maupun keterikatan.
Banyak
umat muslim yang menyerukan wajibnya kembali kepada syariat islam dan tidak
lagi tergantung pada undang-undang buatan manusia. Kecuali beberapa orang yang
memandang bahwa hidupnya bergantung pada hidupnya undang-undang itu dan
keleluasan rizkinya ditentukan oleh eksistensi undang-undang itu. Tetapi Allah
Swt. akan memenangkan agamaNya sekalipun orang-orang musyrik membencinya.
Ilmu
fiqih memiliki keistimewaan mencangkup tiga jenis hubungan manusia. Yaitu
hubungan manusia dengan Rabbnya, hubungan manusia dengan dirinya sendiri, dan
hubungan manusia dengan masyarakat sekitarnya. Karena memang fiqih islam
mencangkup dunia
dan
akhirat. Ia adalah agama dan daulah (negara) meliputi semua umat manusia hingga
hari kiamat.
Dalam
hukum-hukum fiqih, antara akidah, ibadah, akhlak, dan muamalah satu sama lain
saling menopang. Dan itu semua bertujuan mewujudkan hati yang hidup, perasaan
yang sadar akan kewajiban dan terhadap pengawasan Allah saat sendiri dan banyak
orang, serta menghormati hak-hak kepuasan, kedamaian, ketentraman, iman,
kebahagiaan, kesejahteraan, keamanan, dan ketertiban kehidupan pribadi maupun
masyarakat umum serta kedamaian alam semesta.
Ilmu
fiqih yang membedakannya dari hukum positif adalah sangat dipengaruhi oleh
akhlak. Bila tujuan dari hukum positif adalah kepentingan berupa terpeliharanya
undang-undang dan ketentraman di masyarakat, maka fiqih islam sangat
memperhatikan akhlak dan moral. Bila agama dan akhlak selalu menyertai muamalah
maka akan terwujudlah kedamaian, kemaslakhatan dan kebahagiaan pada individu
dan masyarakat dan akan terbentanglah jalan menuju surga Na’im di akhirat.
Dengan
demikian, tujuan dari ilmu fiqih ialah menciptakan kebaikan dan kebahagiaan
hakiki pada umat manusia baik di dunia maupun di akhirat.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Ilmu
fiqih adalah hasil akhir dari hukum-hukum yang bersifat baku hasil ijtihad
ulama yang bersumber dari Al-Qur’an, Sunnah, Ijma’, Qiyas, dan dalil-dalil yang
ada. Tujuan dari ilmu fiqih ialah menciptakan kebaikan dan kebahagiaan hakiki
pada umat manusia baik di dunia maupun di akhirat. Selain itu, ilmu fiqih
mencangkup berbagai aspek seperti akhlak maupun ibadah dan lain sebagainya.
B.
Saran
Dalam
mempelajari ilmu fiqih, ada baiknya kita mengetahui dasar-dasarnya terlebih
dahulu. Supaya kita dapat memehami dan mengerti dengan baik bagian ilmu fiqih
yang dipelajari. Tentunya tidak lupa kita juga harus berupaya dapat menerapkan
atau mengamalkan ilmu yang kita peroleh.
Daftar Pustaka
Departemen
Agama RI. 2002. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Jakarta: Pustaka Amani.
Haroen,
Nasrun. 1996. Ushul Fiqh I. Jakarta : Logos Publishing House.
Idris,
Nabhani dkk. 2013. Al- Fiqhu al-Muyassar. Indonesia : Wamy./
Ridwan
dkk. 2014. Fiqih 12. Sragen: Akik Pusaka.
Sarwat,
Ahmad. 2011. Seri Fiqih Kehidupan (1) : Ilmu Fiqih. Jakarta : DU Publishing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar